As-Sami’ (السَّمِيعُ)
adalah salah satu Asma’ullah al-Husna. Allah menyebut nama-Nya yang Agung ini
dalam beberapa ayat Al-Qur’an semisal dalam firman-Nya:
“Tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(asy-Syura: 11)
“Sesungguhnya Allah telah
mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang
suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal
jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(al-Mujadilah:1)
Rasulullah n juga menyebut nama Rabbnya dalam beberapa haditsnya sebagaimana dalam riwayat berikut.
Dari Abu Musa al-Asy’ari z, ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ n فِي سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا فَقَالَ النَّبِيُّ n أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ أَوْ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.
“Ketika kami safar bersama Rasulullah, jika kami menaiki jalanan menanjak, maka kami mengucapkan takbir.1 Beliau berkata, ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru Dzat yang tuli atau jauh. Akan tetapi, Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’ Lalu beliau n mendatangiku, sementara aku sedang berucap dalam hatiku, ‘La haula wala Quwwata illa billah.’ Beliau pun berkata, ‘Wahai Abdullah bin Qais (Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya hal itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga’, atau beliau berkata, ‘Tidakkah kamu mau saya tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? (Yakni) la haula wala quwwata illa billah’.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5905)
As-Sa’di t mengatakan bahwa di antara asma’ul husna-Nya adalah as-Sami’, yaitu
yang mendengar segala suara dengan berbagai bahasa dan beragam kebutuhan. Yang
rahasia bagi-Nya adalah nyata, yang jauh bagi-Nya adalah dekat. (Tafsir
Asma’ullah al-Husna)
Pendengaran Allah l ada dua macam:
Pertama: pendengaran-Nya yang umum terhadap seluruh suara yang lahir dan batin, yang tersembunyi dan yang jelas, sehingga Allah l meliputinya seluruhnya secara sempurna.
Pendengaran Allah l ada dua macam:
Pertama: pendengaran-Nya yang umum terhadap seluruh suara yang lahir dan batin, yang tersembunyi dan yang jelas, sehingga Allah l meliputinya seluruhnya secara sempurna.
Kedua: pendengaran yang khusus, yaitu pendengaran beserta ijabah dari-Nya. Pendengaran bagi orang-orang yang berdoa kepada-Nya serta hamba-hamba yang beribadah kepada-Nya. Maka Allah l akan mengijabahi mereka dan memberi mereka pahala seperti dalam firman-Nya:
“Ya Rabb kami, kami telah beriman
kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti rasul, karena
itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang
keesaan Allah).” (Ali Imran: 35)
dan firman-Nya melalui lisan Ibrahim q, kekasih-Nya:
“Segala puji bagi Allah yang
telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya
Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (Ibrahim: 39)
Termasuk dalam hal ini ucapan seorang yang shalat, “Sami’allahu liman hamidah” (yakni Allah l mendengar dan mengijabahi orang yang memuji-Nya). (Tafsir Asma’llahul Husna karya as-Sa’di dan Syarah Nuniyyah karya al-Harras)
Al-Harras t menjelaskan bahwa makna as-Sami’ adalah yang mendengar seluruh suara yang tersembunyi atau yang terang-terangan sehingga tidak ada yang tersembunyi sedikit pun darinya. Bagaimanapun tersembunyinya seluruh suara, bagi pendengaran-Nya jauh dekat sama saja. Pendengaran-Nya mendengar setiap suara, tidak tersamar baginya dan tidak tercampur.
Dalam hadits Abu Hurairah z, ia mengatakan bahwa Nabi n membaca ayat ini:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa’:58)
Lalu beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat, lalu beliau meletakkan ibu jarinya pada telinganya dan jari telunjuknya pada matanya.” (Sahih, HR. Abu Dawud, “Kitab as-Sunnah Bab fil Jahmiyyah”. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Makna hadits ini adalah Allah l mendengar dengan pendengaran dan melihat dengan mata. Hadits ini menjadi bantahan terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagian aliran Asy’ariyyah yang meyakini bahwa pendengaran Allah l
artinya pengetahuan
Allah l terhadap sesuatu yang terdengar, sedangkan penglihatan Allah l artinya
pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tidak diragukan lagi bahwa
hal itu merupakan penafsiran yang salah. Karena masing-masing dari pendengaran
dan penglihatan adalah makna yang lebih dari sekadar pengetahuan.
Bisa jadi ada
pengetahuan tanpa penglihatan dan pendengaran. Seorang yang buta mengetahui
adanya langit, sementara itu ia tidak melihatnya. Demikian pula orang tuli
mengetahui adanya suara, sementara itu ia tidak mendengarnya. Lebih aneh lagi
pendapat kelompok Asy’ariyah yang berpandangan bahwa setiap pendengaran dan
penglihatan terkait dengan semua yang ada.
Bagaimana bisa dikatakan bahwa
pendengaran terkait dengan sesuatu yang tidak didengar seperti orang atau
warna? Bagaimana pula penglihatan terkait dengan sesuatu yang tidak bisa
dilihat semacam suara-suara yang terdengar oleh telinga? (Syarah Nuniyyah)
Dengan demikian, kita harus mengimani nama Allah l, as-Sami’ yang berarti Maha Mendengar serta sifat pendengaran Allah Mahaluas. Tidak ada suara apa pun dan di mana pun kecuali Allah l mendengarnya dengan jelas.
Dengan demikian, kita harus mengimani nama Allah l, as-Sami’ yang berarti Maha Mendengar serta sifat pendengaran Allah Mahaluas. Tidak ada suara apa pun dan di mana pun kecuali Allah l mendengarnya dengan jelas.
Makna ini harus
benar-benar kita sadari sebagaimana Aisyah x, istri Nabi n dan ibu kaum
mukminin, sangat merasakan makna tersebut.
Perhatikan penuturannya terkait
dengan kisah seorang wanita yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah n,
Khaulah bintu Tsa’labah x mengadukan kejelekan akhlak suaminya yang sampai
mengharamkan istrinya terhadap dirinya sehingga Allah l menurunkan ayat:
“Sesungguhnya Allah telah
mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang
suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal
jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(al-Mujadalah: 1)
Aisyah x bertutur:
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ الأَصْوَاتَ لَقَدْ جَاءَتِ الْمُجَادِلَةُ إِلَى النَّبِىِّ n تُكَلِّمُهُ وَأَنَا فِى نَاحِيَةِ الْبَيْتِ مَا أَسْمَعُ مَا تَقُولُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ () إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
“Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala suara. Sungguh telah datang wanita kepada Nabi mengeluhkan dan berbicara dengannya, sedangkan saya (saat itu) di salah satu sisi rumah. Saya tidak mendengar apa yang dia ucapkan. Lalu Allah turunkan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan tentang suaminya.’ (al-Mujadilah: 1)” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq [tanpa menyebutkan sanadnya dari awal] dan Ahmad)
Buah Mengimani Nama Allah l,
as-Sami’
Dengan mengimani nama Allah l, as-Sami’, kita semakin mengenal keagungan Allah k yang Mahasempurna sifat-Nya. Pada saat yang sama, kita sangat mengetahui kelemahan pendengaran kita yang terbatas dan mengetahui kelemahan sesembahan selain Allah l yang tidak mampu mendengar. Oleh karena itu, sesembahan selain Allah l dilarang diibadahi seperti nasihat Nabi Ibrahim q kepada ayahnya:
Ingatlah ketika ia berkata kepada
ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar,
tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (Maryam: 42)
Allah l juga berfirman:
“Dia memasukkan malam ke dalam
siang dan memasukkan siang ke dalam malam serta menundukkan matahari dan bulan,
masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian
Allah Rabbmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru
(sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari biji
kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu. Kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Di hari kiamat mereka
akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan
kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13—14)
Sia-sialah mereka yang berdoa kepada selain Allah l dan takkan sia-sia orang yang berdoa kepada Allah l. Ia Maha Mendengar terhadap doa yang kita mohonkan, pengaduan yang kita panjatkan, dan ucapan yang kita bisikkan.
Dengan iman ini pula, seharusnya membuat kita berhati-hati dalam bertutur kata dan menjauhi segala ucapan yang tidak Allah l ridhai, karena Allah l senantiasa mendengarnya.
Wallahu a’lam.
sumber: asysyariah.com
0 komentar: