• Featured 1
  • Featured 2
  • Featured 3
  • Latest Posts

    Sabtu, 30 April 2016

    Assalamualaikum wr wb.

    hai kawan kawan remas darud doa , masih tentang cerita inspiratif nih, kali ini kami akan memberikan cerita yang insyaallah akan membuat kita tetap tertuju kepada kebaikan , amin yarobbal alamin. 
    simak cerotanya ya kawan kawan


    Suatu ketika, Nabi Daud a.s. duduk di suatu tempat. Di sampingnya, ada seorang pemuda saleh yang duduk dengan tenang tanpa banyak bicara. Tiba-tiba, datang Malaikat Maut yang mengucapkan salam kepada Nabi Daud. Anehnya, Malaikat Maut terus memandang pemuda itu dengan serius.


    Nabi Daud berkata kepadanya, "Mengapa engkau memandangi dia?"

    Malaikat Maut menjawab, "Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya tujuh hari lagi di tempat ini!"

    Nabi Daud pun merasa iba dan kasihan kepada pemuda itu. Beliau pun berkata kepadanya, "Wahai Anak Muda, apakah engkau mempunyai istri?"

    "Tidak, saya belum pernah menikah," jawabnya.

    "Datanglah engkau kepada Fulan - seseorang yang sangat dihormati di kalangan Bani Israil - dan katakan kepadanya, 'Daud menyuruhmu untuk mengawinkan anakmu denganku.' Lalu, kau bawa perempuan itu malam ini juga. Bawalah bekal yang engkau perlukan dan tinggallah bersamanya. Setelah tujuh hari, temuilah aku di tempat ini."

    Pemuda itu pergi dan melakukan apa yang dinasihatkan Nabi Daud kepadanya. Dia pun dinikahkan oleh orang tua si Gadis. Dia tinggal bersama istrinya selama tujuh hari. Pada hari kedelapan pernikahannya, dia menepati janjinya untukbertemu dengan Daud.

    "Wahai Pemuda, bagaimana engkau melihat peristiwa itu?"

    "Seumur hidupku, aku belum pernah merasakan kenikmatan dan kebahagiaan seperti yang kualami beberapa hari ini," jawabnya.

    Kemudian, Nabi Daud memerintahkan pemuda itu untuk duduk di sampingnya guna menunggu kedatangan malaikat yang hendak menjemput kematiannya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Nabi Daud berkata, "Pulanglah kepada keluargamu dan kembalilah ke sini untuk menemuiku di tempat ini delapan hari setelah ini."

    Pemuda itu pun pergi meninggalkan tempat itu menuju rumahnya. Pada hari kedelapan, dia menemui Nabi Daud di tempat tersebut dan duduk di sampingnya. Kemudian, kembali lagi pada minggu berikutnya, dan begitu seterusnya. Setelah sekian lama, datanglah Malaikat Maut kepada Nabi Daud.

    "Bukankah engkau pernah mengatakan kepadaku bahwa engkau akan mencabut nyawa anak pemuda ini dalam waktu tujuh hari ke depan?"

    Malaikat itu menjawab, "Ya."

    Nabi Daud berkata lagi, "Telah berlalu delapan hari, delapan hari lagi, delapan hari lagi, dan engkau belum juga mencabut nyawanya."

    "Wahai Daud, sesungguhnya Allah swt merasa iba kepadanya lalu dia menunda ajalnya sampai tiga puluh tahun yang akan datang."

    Pemuda dalam kisah ini adalah seseorang yang taat beribadah, ahli munajat, gemar berbuat kebaikan, dan sangat penyayang kepada keluarganya. Boleh jadi, karena amal saleh dan doa-doanyalah, Allah Swt. berkenan menunda kematian sang Pemuda hingga tiga puluh tahun lamanya.
    Sungguh, suatu kaum akan ditimpa azab oleh Allah sebagai suatu ketetapan yang pasti. Namun, kemudian seorang anak di antara mereka membaca, "Alhamdulillahi Rabbil Alamin." Ucapan itu didengar Allah dan Dia mengangkat azab-Nya dari mereka karena bacaan itu selama 40 tahun. (Fakhruddin Ar Razi)

    Tertundanya Kematian

    Assalamualaikum wr wb.

    hai kawan kawan remas darud doa , masih tentang cerita inspiratif nih, kali ini kami akan memberikan cerita yang insyaallah akan membuat kita tetap tertuju kepada kebaikan , amin yarobbal alamin. 
    simak cerotanya ya kawan kawan


    Suatu ketika, Nabi Daud a.s. duduk di suatu tempat. Di sampingnya, ada seorang pemuda saleh yang duduk dengan tenang tanpa banyak bicara. Tiba-tiba, datang Malaikat Maut yang mengucapkan salam kepada Nabi Daud. Anehnya, Malaikat Maut terus memandang pemuda itu dengan serius.


    Nabi Daud berkata kepadanya, "Mengapa engkau memandangi dia?"

    Malaikat Maut menjawab, "Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya tujuh hari lagi di tempat ini!"

    Nabi Daud pun merasa iba dan kasihan kepada pemuda itu. Beliau pun berkata kepadanya, "Wahai Anak Muda, apakah engkau mempunyai istri?"

    "Tidak, saya belum pernah menikah," jawabnya.

    "Datanglah engkau kepada Fulan - seseorang yang sangat dihormati di kalangan Bani Israil - dan katakan kepadanya, 'Daud menyuruhmu untuk mengawinkan anakmu denganku.' Lalu, kau bawa perempuan itu malam ini juga. Bawalah bekal yang engkau perlukan dan tinggallah bersamanya. Setelah tujuh hari, temuilah aku di tempat ini."

    Pemuda itu pergi dan melakukan apa yang dinasihatkan Nabi Daud kepadanya. Dia pun dinikahkan oleh orang tua si Gadis. Dia tinggal bersama istrinya selama tujuh hari. Pada hari kedelapan pernikahannya, dia menepati janjinya untukbertemu dengan Daud.

    "Wahai Pemuda, bagaimana engkau melihat peristiwa itu?"

    "Seumur hidupku, aku belum pernah merasakan kenikmatan dan kebahagiaan seperti yang kualami beberapa hari ini," jawabnya.

    Kemudian, Nabi Daud memerintahkan pemuda itu untuk duduk di sampingnya guna menunggu kedatangan malaikat yang hendak menjemput kematiannya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Nabi Daud berkata, "Pulanglah kepada keluargamu dan kembalilah ke sini untuk menemuiku di tempat ini delapan hari setelah ini."

    Pemuda itu pun pergi meninggalkan tempat itu menuju rumahnya. Pada hari kedelapan, dia menemui Nabi Daud di tempat tersebut dan duduk di sampingnya. Kemudian, kembali lagi pada minggu berikutnya, dan begitu seterusnya. Setelah sekian lama, datanglah Malaikat Maut kepada Nabi Daud.

    "Bukankah engkau pernah mengatakan kepadaku bahwa engkau akan mencabut nyawa anak pemuda ini dalam waktu tujuh hari ke depan?"

    Malaikat itu menjawab, "Ya."

    Nabi Daud berkata lagi, "Telah berlalu delapan hari, delapan hari lagi, delapan hari lagi, dan engkau belum juga mencabut nyawanya."

    "Wahai Daud, sesungguhnya Allah swt merasa iba kepadanya lalu dia menunda ajalnya sampai tiga puluh tahun yang akan datang."

    Pemuda dalam kisah ini adalah seseorang yang taat beribadah, ahli munajat, gemar berbuat kebaikan, dan sangat penyayang kepada keluarganya. Boleh jadi, karena amal saleh dan doa-doanyalah, Allah Swt. berkenan menunda kematian sang Pemuda hingga tiga puluh tahun lamanya.
    Sungguh, suatu kaum akan ditimpa azab oleh Allah sebagai suatu ketetapan yang pasti. Namun, kemudian seorang anak di antara mereka membaca, "Alhamdulillahi Rabbil Alamin." Ucapan itu didengar Allah dan Dia mengangkat azab-Nya dari mereka karena bacaan itu selama 40 tahun. (Fakhruddin Ar Razi)

    Jumat, 29 April 2016

    Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Al Khathab berkeliling kota membangunkan kaum muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, beliau sendiri yang mengatur saf (barisan) dan mengimami para jamaah.


    Pada shubuh itu, tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.

    Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikan posisinya sebagai imam.

    Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah.

    Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!"

    Lalu, yang hadir serentak berkata, "Shalat, wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."

    Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, beliau melaksanakan shalat dengandarah bercucuran. Taklama kemudian, sahabat terbaik Rasulullah saw. ini pun wafat.

    Sebenarnya, apa yang terjadi pada Umar Al Faruq ini adalah buah dari doa yang beliau panjatkan kepada Allah Swt. Alkisah, suatu ketika, saat sedang wukuf di Arafah, beliau membaca doa, "Ya Allah, aku mohon mati syahid di jalan-Mu dan wafat di negeri Rasul-Mu (Madinah)." (HR Malik)

    Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, Umar pun menceritakan soal doanya itu kepada salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, jika engkau berharap mati syahid, tidak mungkin di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, niscaya engkau bakal menemuinya."

    Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku telah mengajukannya kepada Allah. Terserah Allah."

    Keesokan harinya, saat Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi bernama Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke tubuh Umar yang menyebabkan beliau mendapat tiga tusukan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.

    Seperti itulah, Allah telah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk bisa syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

    Mati Syahid , Kau Ku Rindukan

    Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Al Khathab berkeliling kota membangunkan kaum muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, beliau sendiri yang mengatur saf (barisan) dan mengimami para jamaah.


    Pada shubuh itu, tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.

    Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikan posisinya sebagai imam.

    Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah.

    Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!"

    Lalu, yang hadir serentak berkata, "Shalat, wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."

    Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, beliau melaksanakan shalat dengandarah bercucuran. Taklama kemudian, sahabat terbaik Rasulullah saw. ini pun wafat.

    Sebenarnya, apa yang terjadi pada Umar Al Faruq ini adalah buah dari doa yang beliau panjatkan kepada Allah Swt. Alkisah, suatu ketika, saat sedang wukuf di Arafah, beliau membaca doa, "Ya Allah, aku mohon mati syahid di jalan-Mu dan wafat di negeri Rasul-Mu (Madinah)." (HR Malik)

    Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, Umar pun menceritakan soal doanya itu kepada salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, jika engkau berharap mati syahid, tidak mungkin di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, niscaya engkau bakal menemuinya."

    Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku telah mengajukannya kepada Allah. Terserah Allah."

    Keesokan harinya, saat Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi bernama Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke tubuh Umar yang menyebabkan beliau mendapat tiga tusukan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.

    Seperti itulah, Allah telah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk bisa syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

    Selasa, 12 April 2016

    Ketika khalifah Umar Bin Khattab sedang duduk di bawah pepohononan kurma yang berada tidak jauh dari masjid, tiba tiba datang tiga laki – laki dengan satu laki – laki ditengah dengan pakaian nya yang lusuh.


     Ia datang ke Umar Bin Khattab dan berkata : “wahai khalifah Umar , kita datang kesini karena ingin engkau menegakkan keadilan hukum”. Lalu sang khalifah pun berkata :” mengapa engkau ingin menegakkan hukum ke pemuda ini”. “karena ia telah membunuh ayahku wahai khalifa Umar” jawab mereka berdua.

    Lalu Umar pun bertanya ke pemuda yang lusuh itu. “ apakah benar engkau melakukan hal ini ?” ,sang pemuda pun menjawab “iya wahai khaifah”, Umar pun bertanya kembali “lalu apa yang membuatmu membunuh ayah dari laki laki dua ini ?”

    “ saat itu saya sedang perjalanan jauh dari negeri saya ke mekkah karena suatu urusan,dan saat aku sudah sampai di tempat itu unta ku pun aku ikat dengan tali di bawah pepohonan ,lalu saat aku kembali untuk mengecek untaku ternyata untaku tidak ada di tempat tadi. lalu aku mencari dan menemukan untaku sedang dibunuh oleh laki laki tua , aku pun khilaf dan marah karena untaku adalah transportasi satu satunya untuk perjalananku kembali pulang telah dibunuh. Lalu aku pun membunuh orang yang membunuh untaku”

    -      Ternyata sebelum untanya dibunuh ,unta dari pemuda ini lepas sehingga merusak tanaman sang pemillik rumah yaitu ayah dari dua anak yang memegang pemuda ini , dan ayahnya membunuh unta karena telah merusak tanamannya-
    Umar pun mengerti akan cerita yang disampaikan pemuda ini, lalu Umar pun kembali bertanya kepada dua laki laki yang mengadu tersebut “ kita telah mendengarkan penjelasan dari pemuda ini, lalu apakah engkau meaafkannya (pemuda itu)?”. Dua laki laki tersebut tetap menjawab “kita ingin tegak kan hukuman”

    Akhirnya setelah Umar berbicara pada kedua pemuda tersebut namun,kedua pemuda tersebut tetap tidak mau untuk memaafkannya pemuda yang telah membunuh ayahnya itu,dan ini membuat keputusan bahwa pemuda lusuh tersebut harus di qisos.
    Pemuda tersebut pun tetap setuju walau dijatuhi hukuman namun pemuda tersebut meminta satu permintaan kepada Umar Bin Khattab”wahai khalifah,aku hanya ingin meminta satu permintaan, yaitu aku mohon berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan urusanku disini lalu aku siap di qisos”

    Dua pemuda yang mengadu pun tidak setuju dan berkata “ bagaimana bisa engkau mempercaiya pemuda ini, jika begini pemuda ini akan kabur wahai khalifah Umar “ kedua pemuda tersebut meminta jaminan sebagai pengganti.

    Tiba tiba seseorang datang yang ternyata adalah sahabat Sulman, sahabat Sulman termasuk sahabat dekat nabi Muhammad SAW. Lalu Sulman pun mendekat dan berkata “ wahai Umar ijinkan aku untuk menjadi jaminan bagi pemuda ini “ semua orang yang disitu pun tersentak tidak percaya.

    Sang Umar pun tidak percaya dan berkata “wahai sahabatku Sulman , benarkah engkau akan menjadi jaminan bagi pemuda ini ???, jika pemuda ini tidak datang maka engkau yang dihukum qisos wahai sahabatku?”

    Sahabat Sulman pun tetap teguh dan berkata “ iya sahabatku, aku percaya akan pemuda ini” “lantas apa yang membuatmu percaya pada pemuda ini ?” tanya Umar lagi.
    Lalu sulman pun memberi penjelasan “ wahai khalifah aku dulu juga datang dari negeri yang jauh, oleh karena itu aku mempercayai pemuda ini “Dan akhirnya Umar pun mengasihi izin kepada pemuda yang lusuh itu

    Akhirnya berhari hari berlalu sampai datang hari ke – 3 yaitu dimana pemuda lusuh tadi akan kembali. Ditungguhlah pemuda itu oleh rakyat mekkah yang saat itu menantikan kehadiran nya untuk di qisos.

    Saat hari mulai terbenam warga mekkah pun mulai resah karena pemuda tersebut tidak kunjung datang,jika pemuda itu tidak datang maka Sulman lah yang akan di qisos , itulah yang membuat warga mekkah sedih.

    Hingga pada akhirnya terlihat dari kejauhan seseorang merangkak rangkak ke arah mereka (warga mekkah),ia semakin dekat dan ternyata dia adalah pemuda lusuh yang waktu itu meminta izin untuk meminta waktunya karena ada suatu urusan yang harus dilaksanakan.

    Lalu Umar pun berkata “ mengapa kau tergesa gesa?” pemuda itu menjawab “wahai khalifah,aku tadi sedang perjalanan ke mekkah dengan secepat yang kau bisa namun unta ku ternyata kelelahan hingga mati di tengah perjalanan , akhirnya aku pun berlari sekuat yang ku bisa agar aku dapat mencapai negeri ini”

    Semua warga pun terkejut mendengar kejadian tersebut. Sang umar pun juga terkejut lalu berkata kembali “wahai pemuda,engkau telah menepati janjimu , lalu mengapa engkau sampai segan datang kesini hanya untuk menghukummu?”

    Laki – laki tersebut menjawab “ wahai khalifa aku begini agar dunia tahu bahwa umat muslim adalah hamba yang sholeh dan bukan pengkhianat”

     lalu tiba tiba entah apa yang membuat keadaan makin haru ,tiba tiba dua pemuda yang mengadukan pada Umar saat pertama kali berkata “ kau adalah pemuda yang jujur , aku memaafkan dan mencabut hukumanku “

    peristiwa haru ini sontak membuat semua warga yang hadir ikut menangis melihat keharuan ini , lantas Umar pun bertanya kepada dua pemuda tadi “apa yang membuat kalian berdua mencabut hukuman ini?”

    mereka pun menjawab “ aku memaafkannya agar dunia tahu bahwa sesungguhnya umat muslim adalah umat yang pemaaf”.
    SELESAI

    Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa
    Jika kita mempunyai janji,kita harus bisa menempati itu
    Kepercayaan adalah segala sesuatu hal yang sangat mahal .



    KISAH ORANG YANG MENEPATI JANJINYA

    Ketika khalifah Umar Bin Khattab sedang duduk di bawah pepohononan kurma yang berada tidak jauh dari masjid, tiba tiba datang tiga laki – laki dengan satu laki – laki ditengah dengan pakaian nya yang lusuh.


     Ia datang ke Umar Bin Khattab dan berkata : “wahai khalifah Umar , kita datang kesini karena ingin engkau menegakkan keadilan hukum”. Lalu sang khalifah pun berkata :” mengapa engkau ingin menegakkan hukum ke pemuda ini”. “karena ia telah membunuh ayahku wahai khalifa Umar” jawab mereka berdua.

    Lalu Umar pun bertanya ke pemuda yang lusuh itu. “ apakah benar engkau melakukan hal ini ?” ,sang pemuda pun menjawab “iya wahai khaifah”, Umar pun bertanya kembali “lalu apa yang membuatmu membunuh ayah dari laki laki dua ini ?”

    “ saat itu saya sedang perjalanan jauh dari negeri saya ke mekkah karena suatu urusan,dan saat aku sudah sampai di tempat itu unta ku pun aku ikat dengan tali di bawah pepohonan ,lalu saat aku kembali untuk mengecek untaku ternyata untaku tidak ada di tempat tadi. lalu aku mencari dan menemukan untaku sedang dibunuh oleh laki laki tua , aku pun khilaf dan marah karena untaku adalah transportasi satu satunya untuk perjalananku kembali pulang telah dibunuh. Lalu aku pun membunuh orang yang membunuh untaku”

    -      Ternyata sebelum untanya dibunuh ,unta dari pemuda ini lepas sehingga merusak tanaman sang pemillik rumah yaitu ayah dari dua anak yang memegang pemuda ini , dan ayahnya membunuh unta karena telah merusak tanamannya-
    Umar pun mengerti akan cerita yang disampaikan pemuda ini, lalu Umar pun kembali bertanya kepada dua laki laki yang mengadu tersebut “ kita telah mendengarkan penjelasan dari pemuda ini, lalu apakah engkau meaafkannya (pemuda itu)?”. Dua laki laki tersebut tetap menjawab “kita ingin tegak kan hukuman”

    Akhirnya setelah Umar berbicara pada kedua pemuda tersebut namun,kedua pemuda tersebut tetap tidak mau untuk memaafkannya pemuda yang telah membunuh ayahnya itu,dan ini membuat keputusan bahwa pemuda lusuh tersebut harus di qisos.
    Pemuda tersebut pun tetap setuju walau dijatuhi hukuman namun pemuda tersebut meminta satu permintaan kepada Umar Bin Khattab”wahai khalifah,aku hanya ingin meminta satu permintaan, yaitu aku mohon berikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan urusanku disini lalu aku siap di qisos”

    Dua pemuda yang mengadu pun tidak setuju dan berkata “ bagaimana bisa engkau mempercaiya pemuda ini, jika begini pemuda ini akan kabur wahai khalifah Umar “ kedua pemuda tersebut meminta jaminan sebagai pengganti.

    Tiba tiba seseorang datang yang ternyata adalah sahabat Sulman, sahabat Sulman termasuk sahabat dekat nabi Muhammad SAW. Lalu Sulman pun mendekat dan berkata “ wahai Umar ijinkan aku untuk menjadi jaminan bagi pemuda ini “ semua orang yang disitu pun tersentak tidak percaya.

    Sang Umar pun tidak percaya dan berkata “wahai sahabatku Sulman , benarkah engkau akan menjadi jaminan bagi pemuda ini ???, jika pemuda ini tidak datang maka engkau yang dihukum qisos wahai sahabatku?”

    Sahabat Sulman pun tetap teguh dan berkata “ iya sahabatku, aku percaya akan pemuda ini” “lantas apa yang membuatmu percaya pada pemuda ini ?” tanya Umar lagi.
    Lalu sulman pun memberi penjelasan “ wahai khalifah aku dulu juga datang dari negeri yang jauh, oleh karena itu aku mempercayai pemuda ini “Dan akhirnya Umar pun mengasihi izin kepada pemuda yang lusuh itu

    Akhirnya berhari hari berlalu sampai datang hari ke – 3 yaitu dimana pemuda lusuh tadi akan kembali. Ditungguhlah pemuda itu oleh rakyat mekkah yang saat itu menantikan kehadiran nya untuk di qisos.

    Saat hari mulai terbenam warga mekkah pun mulai resah karena pemuda tersebut tidak kunjung datang,jika pemuda itu tidak datang maka Sulman lah yang akan di qisos , itulah yang membuat warga mekkah sedih.

    Hingga pada akhirnya terlihat dari kejauhan seseorang merangkak rangkak ke arah mereka (warga mekkah),ia semakin dekat dan ternyata dia adalah pemuda lusuh yang waktu itu meminta izin untuk meminta waktunya karena ada suatu urusan yang harus dilaksanakan.

    Lalu Umar pun berkata “ mengapa kau tergesa gesa?” pemuda itu menjawab “wahai khalifah,aku tadi sedang perjalanan ke mekkah dengan secepat yang kau bisa namun unta ku ternyata kelelahan hingga mati di tengah perjalanan , akhirnya aku pun berlari sekuat yang ku bisa agar aku dapat mencapai negeri ini”

    Semua warga pun terkejut mendengar kejadian tersebut. Sang umar pun juga terkejut lalu berkata kembali “wahai pemuda,engkau telah menepati janjimu , lalu mengapa engkau sampai segan datang kesini hanya untuk menghukummu?”

    Laki – laki tersebut menjawab “ wahai khalifa aku begini agar dunia tahu bahwa umat muslim adalah hamba yang sholeh dan bukan pengkhianat”

     lalu tiba tiba entah apa yang membuat keadaan makin haru ,tiba tiba dua pemuda yang mengadukan pada Umar saat pertama kali berkata “ kau adalah pemuda yang jujur , aku memaafkan dan mencabut hukumanku “

    peristiwa haru ini sontak membuat semua warga yang hadir ikut menangis melihat keharuan ini , lantas Umar pun bertanya kepada dua pemuda tadi “apa yang membuat kalian berdua mencabut hukuman ini?”

    mereka pun menjawab “ aku memaafkannya agar dunia tahu bahwa sesungguhnya umat muslim adalah umat yang pemaaf”.
    SELESAI

    Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa
    Jika kita mempunyai janji,kita harus bisa menempati itu
    Kepercayaan adalah segala sesuatu hal yang sangat mahal .



    Minggu, 10 April 2016

    Alkisah ada seorang penjaga kebun buah-buahan bernama Mubarok. Dia adalah orang jujur dan amanah. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di kebun tersebut.


    Suatu hari majikannya, sang pemiliki kebun, datang mengunjungi kebunnya. Ia sedang mengalami masalah yang pelik dan sulit untuk dicarikan jalan keluarnya. Putrinya yang sudah beranjak dewasa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan banyak pria yang ingin mempersuntingnya.

    Yang menjadi permasalahan baginya adalah semua laki-laki yang ingin mempersunting putrinya adalah kerabat dan teman dekatnya. Ia harus memilih salah satu dari mereka, tetapi ia khawatir jika menyinggung bagi kerabat yang tidak terpilih.

    Sambil beristirahat dan menenangkan pikiran, ia mencoba mencicipi hasil kebunnya. Dipanggillah Mubarok, penjaga kebun itu.

    "Hai Mubarok, kemarilah! Tolong ambilkan saya buah yang manis!" perintahnya.

    Dengan sigap Mubarok segera memetik buah-buahan yang diminta, kemudian diberikan kepada majikannya.

    Ketika buah tersebut dimakan sang majikan, ternyata rasanya masam sekali. Majikan Mubarok berkata, "Wahai Mubarok! Buah ini masam sekali! Berikan saya buah yang manis!" pinta sang majikan lagi.

    Untuk kedua kalinya, buah yang diberikan Mubarok masih terasa masam. Sang majikan terheran-heran, sudah sekian lama ia mempekerjakan Mubarok, tetapi mengapa si penjaga kebun ini tidak mampu membedakan antara buah masam dan manis? Ah, mungkin dia lupa, pikir sang majikan. Dimintanya Mubarok untuk memetikkan kembali buah yang manis. Hasilnya sama saja, buah ketiga masih terasa masam.

    Rasa penasaran timbul dari sang majikan. Dipanggillah Mubarok, "Bukankah kau sudah lama bekerja di sini? Mengapa kamu tidak tahu buah yang manis dan masam?" tanya sang majikan.

    Mubarok menjawab, "Maaf Tuan, saya tidak tahu bagaimana rasa buah-buahan yang tumbuh di kebun ini karena saya tidak pernah mencicipinya!"

    "Aneh, bukankah amat mudah bagimu untuk memetik buah-buahan di sini, mengapa tidak ada satu pun yang kaumakan?" tanya majikannya.

    "Saya tidak akan memakan sesuatu yang belum jelas kehalalannya bagiku. Buah-buahan itu bukan milikku, jadi aku tidak berhak untuk memakannya sebelum memperoleh izin dari pemiliknya," jelas Mubarok.

    Sang majikan terkejut dengan penjelasan penjaga kebunnya tersebut. Dia tidak lagi memandang Mubarok sebatas tukang kebun, melainkan sebagai seseorang yang jujur dan tinggi kedudukannya di mata Allah SWT. Ia berpikir mungkin Mubarok bisa mencarikan jalan keluar atas permasalahan rumit yang tengah dihadapinya.

    Mulailah sang majikan bercerita tentang lamaran kerabat dan teman-teman dekatnya kepada putrinya. Ia mengakhiri ceritanya dengan bertanya kepada Mubarok, "Menurutmu, siapakah yang pantas menjadi pendamping putriku?"

    Mubarok menjawab, "Dulu orang-orang jahiliah mencarikan calon suami untuk putri-putri mereka berdasarkan keturunan. Orang Yahudi menikahkan putrinya berdasarkan harta, sementara orang Nasrani menikahkan putrinya berdasarkan keelokan fisik semata. Namun, Rasulullah mengajarkan sebaik-baiknya umat adalah yang menikahkan karena agamanya."

    Sang majikan langsung tersadar akan kekhilafannya. Mubarok benar, mengapa tidak terpikirkan untuk kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Islamlah solusi atas semua problematika umat manusia.

    Ia pulang dan memberitakan seluruh kejadian tadi kepada istrinya. "Menurutku Mobaroklah yang pantas menjadi pendamping putri kita," usulnya kepada sang istri. Tanpa perdebatan panjang, sang istri langsung menyetujuinya.

    Pernikahan bahagia dilangsungkan. Dari keduanya lahirlah seorang anak bernama Abdullah bin Mubarok. Ia adalah seorang ulama, ahli hadis, dan mujahid. Ya, pernikahan yang dirahmati Allah SWT dari dua insan yang taat beribadah, insya Allah, akan diberi keturunan yang mulia.

    Kisah Penjaga Kebun Buah-buahan

    Alkisah ada seorang penjaga kebun buah-buahan bernama Mubarok. Dia adalah orang jujur dan amanah. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di kebun tersebut.


    Suatu hari majikannya, sang pemiliki kebun, datang mengunjungi kebunnya. Ia sedang mengalami masalah yang pelik dan sulit untuk dicarikan jalan keluarnya. Putrinya yang sudah beranjak dewasa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan banyak pria yang ingin mempersuntingnya.

    Yang menjadi permasalahan baginya adalah semua laki-laki yang ingin mempersunting putrinya adalah kerabat dan teman dekatnya. Ia harus memilih salah satu dari mereka, tetapi ia khawatir jika menyinggung bagi kerabat yang tidak terpilih.

    Sambil beristirahat dan menenangkan pikiran, ia mencoba mencicipi hasil kebunnya. Dipanggillah Mubarok, penjaga kebun itu.

    "Hai Mubarok, kemarilah! Tolong ambilkan saya buah yang manis!" perintahnya.

    Dengan sigap Mubarok segera memetik buah-buahan yang diminta, kemudian diberikan kepada majikannya.

    Ketika buah tersebut dimakan sang majikan, ternyata rasanya masam sekali. Majikan Mubarok berkata, "Wahai Mubarok! Buah ini masam sekali! Berikan saya buah yang manis!" pinta sang majikan lagi.

    Untuk kedua kalinya, buah yang diberikan Mubarok masih terasa masam. Sang majikan terheran-heran, sudah sekian lama ia mempekerjakan Mubarok, tetapi mengapa si penjaga kebun ini tidak mampu membedakan antara buah masam dan manis? Ah, mungkin dia lupa, pikir sang majikan. Dimintanya Mubarok untuk memetikkan kembali buah yang manis. Hasilnya sama saja, buah ketiga masih terasa masam.

    Rasa penasaran timbul dari sang majikan. Dipanggillah Mubarok, "Bukankah kau sudah lama bekerja di sini? Mengapa kamu tidak tahu buah yang manis dan masam?" tanya sang majikan.

    Mubarok menjawab, "Maaf Tuan, saya tidak tahu bagaimana rasa buah-buahan yang tumbuh di kebun ini karena saya tidak pernah mencicipinya!"

    "Aneh, bukankah amat mudah bagimu untuk memetik buah-buahan di sini, mengapa tidak ada satu pun yang kaumakan?" tanya majikannya.

    "Saya tidak akan memakan sesuatu yang belum jelas kehalalannya bagiku. Buah-buahan itu bukan milikku, jadi aku tidak berhak untuk memakannya sebelum memperoleh izin dari pemiliknya," jelas Mubarok.

    Sang majikan terkejut dengan penjelasan penjaga kebunnya tersebut. Dia tidak lagi memandang Mubarok sebatas tukang kebun, melainkan sebagai seseorang yang jujur dan tinggi kedudukannya di mata Allah SWT. Ia berpikir mungkin Mubarok bisa mencarikan jalan keluar atas permasalahan rumit yang tengah dihadapinya.

    Mulailah sang majikan bercerita tentang lamaran kerabat dan teman-teman dekatnya kepada putrinya. Ia mengakhiri ceritanya dengan bertanya kepada Mubarok, "Menurutmu, siapakah yang pantas menjadi pendamping putriku?"

    Mubarok menjawab, "Dulu orang-orang jahiliah mencarikan calon suami untuk putri-putri mereka berdasarkan keturunan. Orang Yahudi menikahkan putrinya berdasarkan harta, sementara orang Nasrani menikahkan putrinya berdasarkan keelokan fisik semata. Namun, Rasulullah mengajarkan sebaik-baiknya umat adalah yang menikahkan karena agamanya."

    Sang majikan langsung tersadar akan kekhilafannya. Mubarok benar, mengapa tidak terpikirkan untuk kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Islamlah solusi atas semua problematika umat manusia.

    Ia pulang dan memberitakan seluruh kejadian tadi kepada istrinya. "Menurutku Mobaroklah yang pantas menjadi pendamping putri kita," usulnya kepada sang istri. Tanpa perdebatan panjang, sang istri langsung menyetujuinya.

    Pernikahan bahagia dilangsungkan. Dari keduanya lahirlah seorang anak bernama Abdullah bin Mubarok. Ia adalah seorang ulama, ahli hadis, dan mujahid. Ya, pernikahan yang dirahmati Allah SWT dari dua insan yang taat beribadah, insya Allah, akan diberi keturunan yang mulia.

    Sabtu, 09 April 2016

    Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.

    Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.
    Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.
    "Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu kepada putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari hasil penjualan susu oplosannya (campuran).
    Putrinya menjawab, "Maaf, Bu, tidak mungkin aku melakukannya. Amirul Mukminin tidak membolehkan untuk mencampur susu dengan air, kemudian menjualnya," tolak putrinya dengan halus.
    Sang ibu tetap bersikukuh, "Itu suatu hal yang lumrah, Nak. Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya," bujuk sang ibu lagi.
    "Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengetahui apa yang kita lakukan sekarang, tetapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!" jawab sang putri salehah.
    Haru dan bahagia membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa ia kagum akan kejujuran dan keteguhan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin gadis tersebut miskin harta, tetapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin teringat akan tujuannya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar bersama para sahabat.
    Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab segera memangil putranya yang bernama 'Ashim. Beliau segera memerintahkan 'Ashim untuk melamar putri penjual susu yang jujur tersebut karena memang sudah saatnya 'Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut kepada putranya.
    "Aku melihat dia akan membawa berkah untukmu kelak jika kamu mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan temui mereka, lamarlah dia untuk menjadi pendampingmu. Semoga kalian dapat melahirkan keturunan yang akan menjadi pemimpin umat kelak!" ujar Umar bin Khaththab kepada putranya, 'Ashim.
    Akhirnya, 'Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan lahirlah seorang putri bernama Laila. Ia tumbuh menjadi gadis yang taat beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan buyutnya, Umar bin Khaththab.

    Kisah Penjual Susu

    Di malam yang pekat dan angin dingin semilir menusuk, Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah melalui lorong demi lorong. Di saat seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap terjaga mendatangi satu demi satu rumah untuk mengetahui kondisi rakyatnya.

    Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.
    Malam makin larut hingga tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan sebuah gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka adalah penjual susu kambing yang akan menjual hasil perahannya di pasar pagi itu.
    "Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu kepada putrinya. Sang ibu berharap agar ia memperoleh keuntungan lebih banyak dari hasil penjualan susu oplosannya (campuran).
    Putrinya menjawab, "Maaf, Bu, tidak mungkin aku melakukannya. Amirul Mukminin tidak membolehkan untuk mencampur susu dengan air, kemudian menjualnya," tolak putrinya dengan halus.
    Sang ibu tetap bersikukuh, "Itu suatu hal yang lumrah, Nak. Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya," bujuk sang ibu lagi.
    "Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengetahui apa yang kita lakukan sekarang, tetapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!" jawab sang putri salehah.
    Haru dan bahagia membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa ia kagum akan kejujuran dan keteguhan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin gadis tersebut miskin harta, tetapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin teringat akan tujuannya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar bersama para sahabat.
    Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab segera memangil putranya yang bernama 'Ashim. Beliau segera memerintahkan 'Ashim untuk melamar putri penjual susu yang jujur tersebut karena memang sudah saatnya 'Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut kepada putranya.
    "Aku melihat dia akan membawa berkah untukmu kelak jika kamu mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan temui mereka, lamarlah dia untuk menjadi pendampingmu. Semoga kalian dapat melahirkan keturunan yang akan menjadi pemimpin umat kelak!" ujar Umar bin Khaththab kepada putranya, 'Ashim.
    Akhirnya, 'Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan lahirlah seorang putri bernama Laila. Ia tumbuh menjadi gadis yang taat beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan buyutnya, Umar bin Khaththab.

    As-Sami’ (السَّمِيعُ) adalah salah satu Asma’ullah al-Husna. Allah  menyebut nama-Nya yang Agung ini dalam beberapa ayat Al-Qur’an semisal dalam firman-Nya:
    “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)


    “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadilah:1)

    Rasulullah n juga menyebut nama Rabbnya dalam beberapa haditsnya sebagaimana dalam riwayat berikut.

    Dari Abu Musa al-Asy’ari z, ia berkata:
    كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ n فِي سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا فَقَالَ النَّبِيُّ n أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ أَوْ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.

    “Ketika kami safar bersama Rasulullah, jika kami menaiki jalanan menanjak, maka kami mengucapkan takbir.1 Beliau berkata, ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru Dzat yang tuli atau jauh. Akan tetapi, Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’ Lalu beliau n mendatangiku, sementara aku sedang berucap dalam hatiku, ‘La haula wala Quwwata illa billah.’ Beliau pun berkata, ‘Wahai Abdullah bin Qais (Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya hal itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga’, atau beliau berkata, ‘Tidakkah kamu mau saya tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? (Yakni) la haula wala quwwata illa billah’.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5905)

    As-Sa’di t mengatakan bahwa di antara asma’ul husna-Nya adalah as-Sami’, yaitu yang mendengar segala suara dengan berbagai bahasa dan beragam kebutuhan. Yang rahasia bagi-Nya adalah nyata, yang jauh bagi-Nya adalah dekat. (Tafsir Asma’ullah al-Husna)
    Pendengaran Allah l ada dua macam:
    Pertama: pendengaran-Nya yang umum terhadap seluruh suara yang lahir dan batin, yang tersembunyi dan yang jelas, sehingga Allah l meliputinya seluruhnya secara sempurna.

    Kedua: pendengaran yang khusus, yaitu pendengaran beserta ijabah dari-Nya. Pendengaran bagi orang-orang yang berdoa kepada-Nya serta hamba-hamba yang beribadah kepada-Nya. Maka Allah l akan mengijabahi mereka dan memberi mereka pahala seperti dalam firman-Nya:
    “Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (Ali Imran: 35)

    dan firman-Nya melalui lisan Ibrahim q, kekasih-Nya:
    “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (Ibrahim: 39)

    Termasuk dalam hal ini ucapan seorang yang shalat, “Sami’allahu liman hamidah” (yakni Allah l mendengar dan mengijabahi orang yang memuji-Nya). (Tafsir Asma’llahul Husna karya as-Sa’di dan Syarah Nuniyyah karya al-Harras)

    Al-Harras t menjelaskan bahwa makna as-Sami’ adalah yang mendengar seluruh suara yang tersembunyi atau yang terang-terangan sehingga tidak ada yang tersembunyi sedikit pun darinya. Bagaimanapun tersembunyinya seluruh suara, bagi pendengaran-Nya jauh dekat sama saja. Pendengaran-Nya mendengar setiap suara, tidak tersamar baginya dan tidak tercampur.

    Dalam hadits Abu Hurairah z, ia mengatakan bahwa Nabi n membaca ayat ini:
    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa’:58)

    Lalu beliau bersabda:
    “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat, lalu beliau meletakkan ibu jarinya pada telinganya dan jari telunjuknya pada matanya.” (Sahih, HR. Abu Dawud, “Kitab as-Sunnah Bab fil Jahmiyyah”. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
    Makna hadits ini adalah Allah l mendengar dengan pendengaran dan melihat dengan mata. Hadits ini menjadi bantahan terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagian aliran Asy’ariyyah yang meyakini bahwa pendengaran Allah l

     artinya pengetahuan Allah l terhadap sesuatu yang terdengar, sedangkan penglihatan Allah l artinya pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan penafsiran yang salah. Karena masing-masing dari pendengaran dan penglihatan adalah makna yang lebih dari sekadar pengetahuan. 

    Bisa jadi ada pengetahuan tanpa penglihatan dan pendengaran. Seorang yang buta mengetahui adanya langit, sementara itu ia tidak melihatnya. Demikian pula orang tuli mengetahui adanya suara, sementara itu ia tidak mendengarnya. Lebih aneh lagi pendapat kelompok Asy’ariyah yang berpandangan bahwa setiap pendengaran dan penglihatan terkait dengan semua yang ada. 

    Bagaimana bisa dikatakan bahwa pendengaran terkait dengan sesuatu yang tidak didengar seperti orang atau warna? Bagaimana pula penglihatan terkait dengan sesuatu yang tidak bisa dilihat semacam suara-suara yang terdengar oleh telinga? (Syarah Nuniyyah)
    Dengan demikian, kita harus mengimani nama Allah l, as-Sami’ yang berarti Maha Mendengar serta sifat pendengaran Allah Mahaluas. Tidak ada suara apa pun dan di mana pun kecuali Allah l mendengarnya dengan jelas.

     Makna ini harus benar-benar kita sadari sebagaimana Aisyah x, istri Nabi n dan ibu kaum mukminin, sangat merasakan makna tersebut.

     Perhatikan penuturannya terkait dengan kisah seorang wanita yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah n, Khaulah bintu Tsa’labah x mengadukan kejelekan akhlak suaminya yang sampai mengharamkan istrinya terhadap dirinya sehingga Allah l menurunkan ayat:
    “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadalah: 1)

    Aisyah x bertutur:
    اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ الأَصْوَاتَ لَقَدْ جَاءَتِ الْمُجَادِلَةُ إِلَى النَّبِىِّ n تُكَلِّمُهُ وَأَنَا فِى نَاحِيَةِ الْبَيْتِ مَا أَسْمَعُ مَا تَقُولُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ () إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.

    “Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala suara. Sungguh telah datang wanita kepada Nabi mengeluhkan dan berbicara dengannya, sedangkan saya (saat itu) di salah satu sisi rumah. Saya tidak mendengar apa yang dia ucapkan. Lalu Allah turunkan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan tentang suaminya.’ (al-Mujadilah: 1)” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq [tanpa menyebutkan sanadnya dari awal] dan Ahmad)
    Buah Mengimani Nama Allah l, as-Sami’

    Dengan mengimani nama Allah l, as-Sami’, kita semakin mengenal keagungan Allah k yang Mahasempurna sifat-Nya. Pada saat yang sama, kita sangat mengetahui kelemahan pendengaran kita yang terbatas dan mengetahui kelemahan sesembahan selain Allah l yang tidak mampu mendengar. Oleh karena itu, sesembahan selain Allah l dilarang diibadahi seperti nasihat Nabi Ibrahim q kepada ayahnya:
    Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (Maryam: 42)

    Allah l juga berfirman:
    “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam serta menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Rabbmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari biji kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu. Kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13—14)

    Sia-sialah mereka yang berdoa kepada selain Allah l dan takkan sia-sia orang yang berdoa kepada Allah l. Ia Maha Mendengar terhadap doa yang kita mohonkan, pengaduan yang kita panjatkan, dan ucapan yang kita bisikkan.
    Dengan iman ini pula, seharusnya membuat kita berhati-hati dalam bertutur kata dan menjauhi segala ucapan yang tidak Allah l ridhai, karena Allah l senantiasa mendengarnya.
    Wallahu a’lam.

    sumber: asysyariah.com

    Membahas Tuntas Arti Nama Allah SWT (As-Sami')

    As-Sami’ (السَّمِيعُ) adalah salah satu Asma’ullah al-Husna. Allah  menyebut nama-Nya yang Agung ini dalam beberapa ayat Al-Qur’an semisal dalam firman-Nya:
    “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)


    “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadilah:1)

    Rasulullah n juga menyebut nama Rabbnya dalam beberapa haditsnya sebagaimana dalam riwayat berikut.

    Dari Abu Musa al-Asy’ari z, ia berkata:
    كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ n فِي سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا فَقَالَ النَّبِيُّ n أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ أَوْ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ.

    “Ketika kami safar bersama Rasulullah, jika kami menaiki jalanan menanjak, maka kami mengucapkan takbir.1 Beliau berkata, ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian tidak menyeru Dzat yang tuli atau jauh. Akan tetapi, Ia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’ Lalu beliau n mendatangiku, sementara aku sedang berucap dalam hatiku, ‘La haula wala Quwwata illa billah.’ Beliau pun berkata, ‘Wahai Abdullah bin Qais (Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya hal itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga’, atau beliau berkata, ‘Tidakkah kamu mau saya tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? (Yakni) la haula wala quwwata illa billah’.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5905)

    As-Sa’di t mengatakan bahwa di antara asma’ul husna-Nya adalah as-Sami’, yaitu yang mendengar segala suara dengan berbagai bahasa dan beragam kebutuhan. Yang rahasia bagi-Nya adalah nyata, yang jauh bagi-Nya adalah dekat. (Tafsir Asma’ullah al-Husna)
    Pendengaran Allah l ada dua macam:
    Pertama: pendengaran-Nya yang umum terhadap seluruh suara yang lahir dan batin, yang tersembunyi dan yang jelas, sehingga Allah l meliputinya seluruhnya secara sempurna.

    Kedua: pendengaran yang khusus, yaitu pendengaran beserta ijabah dari-Nya. Pendengaran bagi orang-orang yang berdoa kepada-Nya serta hamba-hamba yang beribadah kepada-Nya. Maka Allah l akan mengijabahi mereka dan memberi mereka pahala seperti dalam firman-Nya:
    “Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (Ali Imran: 35)

    dan firman-Nya melalui lisan Ibrahim q, kekasih-Nya:
    “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (Ibrahim: 39)

    Termasuk dalam hal ini ucapan seorang yang shalat, “Sami’allahu liman hamidah” (yakni Allah l mendengar dan mengijabahi orang yang memuji-Nya). (Tafsir Asma’llahul Husna karya as-Sa’di dan Syarah Nuniyyah karya al-Harras)

    Al-Harras t menjelaskan bahwa makna as-Sami’ adalah yang mendengar seluruh suara yang tersembunyi atau yang terang-terangan sehingga tidak ada yang tersembunyi sedikit pun darinya. Bagaimanapun tersembunyinya seluruh suara, bagi pendengaran-Nya jauh dekat sama saja. Pendengaran-Nya mendengar setiap suara, tidak tersamar baginya dan tidak tercampur.

    Dalam hadits Abu Hurairah z, ia mengatakan bahwa Nabi n membaca ayat ini:
    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa’:58)

    Lalu beliau bersabda:
    “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat, lalu beliau meletakkan ibu jarinya pada telinganya dan jari telunjuknya pada matanya.” (Sahih, HR. Abu Dawud, “Kitab as-Sunnah Bab fil Jahmiyyah”. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
    Makna hadits ini adalah Allah l mendengar dengan pendengaran dan melihat dengan mata. Hadits ini menjadi bantahan terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagian aliran Asy’ariyyah yang meyakini bahwa pendengaran Allah l

     artinya pengetahuan Allah l terhadap sesuatu yang terdengar, sedangkan penglihatan Allah l artinya pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan penafsiran yang salah. Karena masing-masing dari pendengaran dan penglihatan adalah makna yang lebih dari sekadar pengetahuan. 

    Bisa jadi ada pengetahuan tanpa penglihatan dan pendengaran. Seorang yang buta mengetahui adanya langit, sementara itu ia tidak melihatnya. Demikian pula orang tuli mengetahui adanya suara, sementara itu ia tidak mendengarnya. Lebih aneh lagi pendapat kelompok Asy’ariyah yang berpandangan bahwa setiap pendengaran dan penglihatan terkait dengan semua yang ada. 

    Bagaimana bisa dikatakan bahwa pendengaran terkait dengan sesuatu yang tidak didengar seperti orang atau warna? Bagaimana pula penglihatan terkait dengan sesuatu yang tidak bisa dilihat semacam suara-suara yang terdengar oleh telinga? (Syarah Nuniyyah)
    Dengan demikian, kita harus mengimani nama Allah l, as-Sami’ yang berarti Maha Mendengar serta sifat pendengaran Allah Mahaluas. Tidak ada suara apa pun dan di mana pun kecuali Allah l mendengarnya dengan jelas.

     Makna ini harus benar-benar kita sadari sebagaimana Aisyah x, istri Nabi n dan ibu kaum mukminin, sangat merasakan makna tersebut.

     Perhatikan penuturannya terkait dengan kisah seorang wanita yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah n, Khaulah bintu Tsa’labah x mengadukan kejelekan akhlak suaminya yang sampai mengharamkan istrinya terhadap dirinya sehingga Allah l menurunkan ayat:
    “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadalah: 1)

    Aisyah x bertutur:
    اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى وَسِعَ سَمْعُهُ الأَصْوَاتَ لَقَدْ جَاءَتِ الْمُجَادِلَةُ إِلَى النَّبِىِّ n تُكَلِّمُهُ وَأَنَا فِى نَاحِيَةِ الْبَيْتِ مَا أَسْمَعُ مَا تَقُولُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ () إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.

    “Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala suara. Sungguh telah datang wanita kepada Nabi mengeluhkan dan berbicara dengannya, sedangkan saya (saat itu) di salah satu sisi rumah. Saya tidak mendengar apa yang dia ucapkan. Lalu Allah turunkan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan tentang suaminya.’ (al-Mujadilah: 1)” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq [tanpa menyebutkan sanadnya dari awal] dan Ahmad)
    Buah Mengimani Nama Allah l, as-Sami’

    Dengan mengimani nama Allah l, as-Sami’, kita semakin mengenal keagungan Allah k yang Mahasempurna sifat-Nya. Pada saat yang sama, kita sangat mengetahui kelemahan pendengaran kita yang terbatas dan mengetahui kelemahan sesembahan selain Allah l yang tidak mampu mendengar. Oleh karena itu, sesembahan selain Allah l dilarang diibadahi seperti nasihat Nabi Ibrahim q kepada ayahnya:
    Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (Maryam: 42)

    Allah l juga berfirman:
    “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam serta menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Rabbmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari biji kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu. Kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13—14)

    Sia-sialah mereka yang berdoa kepada selain Allah l dan takkan sia-sia orang yang berdoa kepada Allah l. Ia Maha Mendengar terhadap doa yang kita mohonkan, pengaduan yang kita panjatkan, dan ucapan yang kita bisikkan.
    Dengan iman ini pula, seharusnya membuat kita berhati-hati dalam bertutur kata dan menjauhi segala ucapan yang tidak Allah l ridhai, karena Allah l senantiasa mendengarnya.
    Wallahu a’lam.

    sumber: asysyariah.com

    Kamis, 07 April 2016

    Oke Teman teman kali ini kita akan membahas tentang al bashir.

    Al-Basir artinya maha melihat. Allah Maha Melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Allah Swt. melihat apa saja yang ada di langit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipantau. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:


    إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨)
    “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Hujurat/49: 18)


    Perilaku yang mencerminkan keyakinan bahwa Allah Maha Melihat adalahhendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sebagai bahan renungan akan kebesaran Allah Swt. Kita diajarkan untuk pandai dan cermat dalam memandang berbagai persoalan di sekeliling kita. Namun jangan lupa, kita juga harus selalu introspeksi diri untuk melihat kelebihan dan kekurangan kita sendiri agar hidup menjadi lebih terarah. Sungguh hal ini sangat indah untuk diamalkan.

    Pengertian Asmaul Husna (al- Bashir)

    Oke Teman teman kali ini kita akan membahas tentang al bashir.

    Al-Basir artinya maha melihat. Allah Maha Melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Allah Swt. melihat apa saja yang ada di langit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipantau. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:


    إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨)
    “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Hujurat/49: 18)


    Perilaku yang mencerminkan keyakinan bahwa Allah Maha Melihat adalahhendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sebagai bahan renungan akan kebesaran Allah Swt. Kita diajarkan untuk pandai dan cermat dalam memandang berbagai persoalan di sekeliling kita. Namun jangan lupa, kita juga harus selalu introspeksi diri untuk melihat kelebihan dan kekurangan kita sendiri agar hidup menjadi lebih terarah. Sungguh hal ini sangat indah untuk diamalkan.

    Selasa, 05 April 2016

    Assalamualaikum wr.wb.
    hallo sahabat spega , udah lama gak ngepos nih. yaudah deh sekarang saya akan mengeposkan tentag nama nama Allah SWT yang mungkin sekarang dibahas di kelas tujuh.
    simak baik baik ya.
    Kasih sayang Allah menyelimuti segala sesuatu. Allah memberi bukan karena kepentingan-Nya, tapi karena perhatian Allah kepada makhluk-makhluk-Nya, baik Muslim atau kafir, shalih ataupun tidak. Allah memberi tak pandang bulu, dicurahkan kepada semua makhluk-Nya. Pemberian Allah bukan untuk kepuasan Allah karena Maha suci Allah dari membutuhkan apa pun, tapi justru untuk kebaikan kita.


    Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah)

    Ar Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa arab, berakar dari kata kerja ra-ha-ma, artinya penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom, dan para mufassir memberi penjelasan bahwa ´”arrahman” adalah kasih sayang Allah kepada semua makhluk. Akan tetapi dari sumber yang berbeda menuliskan bahwa Ar Rahman (bahasa Arab: الرحمن) asma Dzat Allah yang memiliki mutlak nikmat panjang dari dunia dan akhirat yang terdiri dari huruf Alif Lam Ra Ha Mim Nun.

    Secara makna tekstual yang terdapat dalam kata ar rahman adalah Maha pengasih. Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah 1:1
    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
    “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
    Sedangkan makna kontekstual yang terdapat pada kata Ar Rahman adalah sifat pengasih Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.. surat Ar-Rahman terdiri dari 78 ayat dan 31 ayat berbunyi sama :
    فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
    “maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan”
    Ayat ini menunjukkan bahwa nikmat yang seperti apa lagi yang belum diberikan oleh Allah kepada makhluknya. Secara tersurat sudah jelas bahwa Allah itu tiada tandinganNya dalam memberikan nikmatnya. Segalanya sudah diberikan tanpa pilih kasih.
    (QS. Al-Fatihah: 3)
    (QS. Al-Ahzab: 43)
    (QS. Al-A’raaf: 156)
    (QS. Al-Baqoroh: 163)
    وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلاهُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
    Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqoroh: 163)
    Wujud Ar-Rahman-Nya :
    -Rahmat yang agung dan paling besar adalah wahyu Allah al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w (QS.An-Nahl: 89)
    -Taurat kepada nabi Musa a.s (QS.Al-A’raaf: 154)
    -Ilmu (QS.Al-Kahfi: 65)
    -Rahmat yang diberikan Allah kepada orang-orang mu’min yaitu dihindarkan dari siksa yang akan menimpa orang-orang kafir, (QS.Huud: 58 & 94)
    -Turunya hujan, tanaman, air, beragam suku bangsa, dll. (QS.Ar-Ruum: 50)
    -Membaca Al-Qur’an (QS.Al-A’raaf: 204)

    Bentuk Aplikasi Ar Rahman :
    1. Dermawan
    Dermawan bisa diartikan dengan senang hati tanpa keterpaksaan memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan.
    2. Tolong Menolong
    Dengan tolong menolong kita dapat memupuk rasa kasih sayang antar tetangga, antar teman. Menolong tidak harus dengan harta, bisa dengan tenaga, pikiran ide, bahkan dengan doa.
    3. Lapang Dada
    Keluasan hati memiliki arti kepemilikan jiwa yang lapang dan besar seperti ban traktor yang dapat berjalan di semua medan baik ringan maupun berat. Orang yang tidak memiliki kelapangan dada seperti ban sepeda yang ketika menghadapi cobaan pertama oleng ke kiri dan ke kanan.

    Nabi Musa setelah menjadi Nabi ia berdoa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku” (Thaha: 27). Di sini terlihat bagaimana Nabi Musa as meminta dari Allah agar melapangkan dadanya dan Allah mengabulkanya. Beda dengan Nabi Musa, Nabi Muhammad saw tanpa meminta Allah telah terlebih dahulu melapangkan dadanya “Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu? (Al-Insyrah: 1).

    Semoga dari sini kita bisa mengambil hikmahnya.

    Nama Nama Allah SWT (Ar - Rahman)

    Assalamualaikum wr.wb.
    hallo sahabat spega , udah lama gak ngepos nih. yaudah deh sekarang saya akan mengeposkan tentag nama nama Allah SWT yang mungkin sekarang dibahas di kelas tujuh.
    simak baik baik ya.
    Kasih sayang Allah menyelimuti segala sesuatu. Allah memberi bukan karena kepentingan-Nya, tapi karena perhatian Allah kepada makhluk-makhluk-Nya, baik Muslim atau kafir, shalih ataupun tidak. Allah memberi tak pandang bulu, dicurahkan kepada semua makhluk-Nya. Pemberian Allah bukan untuk kepuasan Allah karena Maha suci Allah dari membutuhkan apa pun, tapi justru untuk kebaikan kita.


    Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah)

    Ar Rahman berasal dari kata sifat dalam bahasa arab, berakar dari kata kerja ra-ha-ma, artinya penyayang, pengasih, pencinta, pelindung, pengayom, dan para mufassir memberi penjelasan bahwa ´”arrahman” adalah kasih sayang Allah kepada semua makhluk. Akan tetapi dari sumber yang berbeda menuliskan bahwa Ar Rahman (bahasa Arab: الرحمن) asma Dzat Allah yang memiliki mutlak nikmat panjang dari dunia dan akhirat yang terdiri dari huruf Alif Lam Ra Ha Mim Nun.

    Secara makna tekstual yang terdapat dalam kata ar rahman adalah Maha pengasih. Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Fatihah 1:1
    بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
    “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
    Sedangkan makna kontekstual yang terdapat pada kata Ar Rahman adalah sifat pengasih Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya.. surat Ar-Rahman terdiri dari 78 ayat dan 31 ayat berbunyi sama :
    فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
    “maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan”
    Ayat ini menunjukkan bahwa nikmat yang seperti apa lagi yang belum diberikan oleh Allah kepada makhluknya. Secara tersurat sudah jelas bahwa Allah itu tiada tandinganNya dalam memberikan nikmatnya. Segalanya sudah diberikan tanpa pilih kasih.
    (QS. Al-Fatihah: 3)
    (QS. Al-Ahzab: 43)
    (QS. Al-A’raaf: 156)
    (QS. Al-Baqoroh: 163)
    وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلاهُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
    Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqoroh: 163)
    Wujud Ar-Rahman-Nya :
    -Rahmat yang agung dan paling besar adalah wahyu Allah al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad s.a.w (QS.An-Nahl: 89)
    -Taurat kepada nabi Musa a.s (QS.Al-A’raaf: 154)
    -Ilmu (QS.Al-Kahfi: 65)
    -Rahmat yang diberikan Allah kepada orang-orang mu’min yaitu dihindarkan dari siksa yang akan menimpa orang-orang kafir, (QS.Huud: 58 & 94)
    -Turunya hujan, tanaman, air, beragam suku bangsa, dll. (QS.Ar-Ruum: 50)
    -Membaca Al-Qur’an (QS.Al-A’raaf: 204)

    Bentuk Aplikasi Ar Rahman :
    1. Dermawan
    Dermawan bisa diartikan dengan senang hati tanpa keterpaksaan memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan.
    2. Tolong Menolong
    Dengan tolong menolong kita dapat memupuk rasa kasih sayang antar tetangga, antar teman. Menolong tidak harus dengan harta, bisa dengan tenaga, pikiran ide, bahkan dengan doa.
    3. Lapang Dada
    Keluasan hati memiliki arti kepemilikan jiwa yang lapang dan besar seperti ban traktor yang dapat berjalan di semua medan baik ringan maupun berat. Orang yang tidak memiliki kelapangan dada seperti ban sepeda yang ketika menghadapi cobaan pertama oleng ke kiri dan ke kanan.

    Nabi Musa setelah menjadi Nabi ia berdoa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku” (Thaha: 27). Di sini terlihat bagaimana Nabi Musa as meminta dari Allah agar melapangkan dadanya dan Allah mengabulkanya. Beda dengan Nabi Musa, Nabi Muhammad saw tanpa meminta Allah telah terlebih dahulu melapangkan dadanya “Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu? (Al-Insyrah: 1).

    Semoga dari sini kita bisa mengambil hikmahnya.

    Artikel Populer

    Popular Posts

    back to top